PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan
kebutuhan primer manusia demi melanjutkan hidup yang berkualitas. Dalam
pembelajaran ada aksi dan reaksi atau timbal balik oleh pendidik dan peserta
didik. Interaksi yang dibangun di dalam pembelajaran adalah interaksi dalam
penyampaian informasi edukatif yang bersifat kausal. Informasi edukatif tidak
sekedar penyampaian materi, melainkan merubah perilaku berdasarkan pada aspek
kognitif, afektif dan psikomotorik. Syarat minimal sebuah pembelajaran
dilaksanakan adalah ada pendidik (guru), peserta didik dan materi pembelajaran.
Guru merupakan jabatan
atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak
bisa dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian khusus untuk
melakukankegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara
dalam bidang-bidang tertentu, belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi
guru diperlukan syarat-syarat khusus, apalabi sebagai guru profesional yang
harus menguasai betul seluk-beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai
ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa
pendiikan tertentu.
Jika dalam pembelajaran
tidak disertai kerjasama antara guru dan murid, maka pembelajaran sulit
mencapai tujuan. Tujuan pembelajaran, bukan sekedar untuk memenuhi indikator
yang tercantum dalam perangkat pembelajaran, melainkan juga untuk memberikan
makna serta mengaplikasikan ilmu, pengetahuan yang didapatkan supaya
bermanfaat. Guru memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pembelajaran
dan tujuan laten pembelajaran. Oleh sebab itu, seorang guru harus mampu
mengaktualisasikan kompetensinya di dalam pembelajaran bersama dengan peserta
didik dan fasilitas penunjang supaya lahir pembelajaran yang mencerdaskan,
berkarakter dan cakap menanggapi masalah.
Jika ditanya tentang tugas guru yang
utama, jawabnya adalah mengajar. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang
memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada
siswa sangat tergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan
tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik,
tetapi sederhana. Dikatakan unik karena hal itu berkenaan dengan manusia yang
belajar, yakni siswa, dan yang mengajar, yakni guru, dan berkaitan erat dengan
manusia di dalam masyarakat yang semuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan
sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan
sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja.
Mengajar pada prinsipnya membimbing
siswa dalam kegiatan belajar-mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar
merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak
didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar. Pengertian ini
mengandung makna bahwa guru dituntut untuk dapat berperan sebagai organisator
kegiatan belajar siswa dan juga hendaknya mampu memanfaatkan lingkungan, baik
yang ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, yang menunjang kegiatan
belajar-mengajar.
Akan tetapi, guru yang bisa mengajar
belum dapat dikatakan sebagai guru profesional. Guru profesional
adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan
sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan
maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang tidak
terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalamn yang kaya di
bidangnya. Terdidik dan terlatih bukan hanya memperoleh pendidikan
formal tetapi juga harus menguasai berbagai strategi atau teknik di
dalam kegiatan belajar mengajar serta menguasai landasan-landasan kependidikan
seperti yang tercantum dalam kompetensi guru yang profesional.
Seorang guru yang
profesional harus memenuhi empat kompetensi guru yang telah ditetapkan dalam
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen
yaitu :
1.
Kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan
penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
1.1
Konsep, struktur, dan metoda
keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;
1.2
Materi ajar yang ada dalam kurikulum
sekolah;
1.3
Hubungan konsep antar mata pelajaran
terkait;
1.4
Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari; dan
1.5
Kompetisi secara profesional dalam
konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
2.
Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan
kemampuan kepribadian yang:
2.1
Mantab
2.2
Stabil;
2.3
Dewasa;
2.4
Arif dan bijaksana;
2.5
Berwibawa;
2.6
Berakhlak mulia;
2.7
menjadi teladan bagi peserta didik dan
masyarakat;
2.8
mengevaluasi kinerja sendiri; dan
2.9
mengembangkan diri secara berkelanjutan.
3.
Kompetensi profesional, yaitu merupakan
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang
meliputi:
3.1
konsep, struktur, dan metoda
keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;
3.2
Materi ajar yang ada dalam kurikulum
sekolah;
3.3
Hubungan konsep antar mata pelajaran
terkait;
3.4
Penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan
sehari-hari; dan
3.5
Kompetisi secara profesional dalam
konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
4.
Kompetensi sosial yaitu merupakan
kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk :
4.1
Berkomunikasi lisan dan tulisan;
4.2
Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi
secara fungsional;
4.3
Bergaul secara efektif dengan peserta
didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan
4.4
Bergaul secara santun dengan masyarakat
sekitar.
SERTIFIKASI
PENDIDIK KEPADA GURU/DOSEN PROFESIONAL
Guru dan dosen adalah pemeran
utama dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang berkarakter dan
manusiawi. Maka dari itu, sangat dibutuhkan guru profesional dan bermartabat
sehingga generasi penerus bangsa menjadi insan yang cerdas, kreatif, inovatif,
aktif dan berakhlak. Kompetensi keguruan yang terjamin diharapkan dapat
memberikan asupan nutrisi pendidikan yang cukup membekali peserta didik hingga
pada akhirnya impian untuk mencerdaskan kehidupan bangsa bukan lagi sekedar
angan-angan semata. Untuk meningkatkan kuantitas pendidik yang berkompeten, berkualitas
dan bermartabat membutuhkan dukungan dari banyak pihak, terutama oleh
pemerintah.Selain guru itu sendiri yang harus memiliki motivasi untuk membangun
pendidikan yang berkarakter kuat dan cerdas, pemerintah juga ikut andil dalam
mendukung gerak guru mencapai tujuan dalam dunia pendidikan. Tidak dapat
dipungkiri bahwa untuk melahirkan guru yang berkualitas, membutuhkan dana yang
tidak sedikit demi mengembangkan ilmu, pengetahuan dan wawasan untuk
dikembangkan bersama peserta didik.
Salah satu langkah yang telah ditempuh oleh
pemerintah adalah adanya sertifikasi pendidik di Indonesia bagi guru yang
berkompeten, berkualitas dan bermartabat. Sertifikasi pendidik merupakan salah
satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas guru sehingga pembelajaran di
sekolah menjadi berkualitas. Sertifikasi pendidik melalui uji kompetensi
memperhitungkan pengalaman profesionalitas guru, melalui penilaian portofolio
guru. Sepuluh komponen portofolio guru akan dinilai oleh perguruan tinggi
penyelenggara sertifikasi pendidik. Bagi guru yang belum memenuhi batas minimal
lolos, akan mengikuti pendidikan dan pelatihan hingga guru dapat menguasai
kompetensi guru.
Peningkatan program lain yaitu; peningkatan
kualifikasi akademik guru menjadi S1/D4, peningkatan kompetensi guru, pembinaan
karir guru, pemberian tunjangan guru, pemberian maslahat tambahan, penghargaan,
dan perlindungan guru. Sudah tersiar beberapa waktu hingga menjadi topik hangat
baik di instansi pendidikan maupun masyarakat umum, bahwa sertifikasi pendidik
merupakan keseriusan pemerintah dalam menanggapi keluh kesah guru sebagai
pahlawan tanpa tanda jasa yang kesejahteraannya dikesampingkan.
Dari program-program
peningkatan profesionalisme guru tersebut akan mengantarkan guru memiliki
kesejahteraan yang terjamin. Pertanyaannya adalah “Adakah perbedaan antara guru yang tersertifikasi dan yang tidak
tersertifikasi?
Sertifikasi pendidik
adalah upaya pemerintah yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan kualitas
guru supaya berdampak pada peningkatan kualitas pendidikan nasional. Guru dan
dosen yang lolos sertifikasi memiliki konsekwensi dari didapatkannya tunjangan
yang cukup besar karena sertifikasi tidak semata-mata hanya untuk kesejahteraan
guru. Melainkan sertifikasi harus menghasilkan buah baik oleh pendidik dan
diimbaskan pada peserta didik melalui berbagai cara, seperti meningkatkan skill mengajar, menambah alat penunjang
pengajaran secara pribadi (contoh: laptop, media pembelajaran, dll) atau
meningkatkan kinerja di kelas.
Kenyataan di lapangan
ternyata belum sebanding dengan harapan pemerintah untuk memajukan pendidikan. Meski
pemerintah selain terus menambah jumlah guru juga meningkatkan kualitasnya. Tetapi
hasil di dunia pendidikan yang nyata kurang memberikan dampak maksimal.
Buktinya adalah masih banyaknya kasus kekerasan di sekolah, tawuran, hamil di
luar nikah dan lain sebagainya. Walaupun tidak seutuhnya tugas guru untuk
mengawasi peserta didiknya, lingkungan keluarga dan masyarakat juga berperan,
namun sekolah (guru terutama) seharusnya menjadi sosok yang ‘digugu lan ditiru’.
Jika seorang guru sudah
tersertifikasi, tentunya harus ada evaluasi yang menggunakan dindikator sebagai
guru profesional. Selain memenuhi kompetensinya sebagai guru, ia juga harus
melaksanakan kewajibannya dalam administrasi pendidikan, seperti perangkat
pembelajaran, mengikuti DIKLAT, musyawarah guru, dan kegiatan-kegiatan lain
yang dimaksudkan untuk meningkatkan profesionalisme guru. Oleh sebab itu, perlu
adanya evaluasi lagi dengan maksud untuk menjaga profesionalismenya. Evaluasi
ini harus dilakukan secara berkala.
Guru yang dikatakan
profesional dengan mengantongi sertifikasi pendidik harus membawa keberhasilan
bagi peserta didiknya, seperti membawa peserta didik dalam perlombaan,
menjuarai even-even pendidikan, meningkatkan nilai tes/ujian dan lain-lain.
Tetapi faktanya, dedikasi yang diberikan guru kepada peserta didik tidak lebih
dari penyalur ilmu, bukan sukarelawan yang mau mengembangkan ilmu pengetahuan
seluas-luasnya. Alasannya, beban mengajar dan kesibukan di luar pembelajaran
telah menyita waktu untuk melakukan inovasi pembelajaran.
Adanya sertifikasi
pendidik tidak akan menyebabkan kecemburuan sosial jika masyarakat ikut
merasakan manfaatnya. Sebagai contoh, guru yang telah memiliki tunjangan
sertifikasi mampu membuat anak didiknya mendapat nilai tinggi dan merubah
kepribadian yang buruk menjadi lebih baik, maka orangtua pasti akan
berterimakasih atas kepekaan pendidik. Oleh sebab itu, seharusnya antara
kenyataan dan harapan dari kegiatan pembelajaran oleh guru tersertifikasi harus
menunjukkan keharmonisan. Guru tidak selalu memberikan pembelajaran yang
konvensional, melainkan harus mendongkrak pembelajaran yang mengajak siswa
untuk aktif, kreatif dan inovatif sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan
sehari-hari (aplikatif).
Pemerintah yang telah
membuka pintu bagi guru-guru harus diimbangi dengan langkah yang signifikan
menuju pendidikan nasional yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Bagi guru
profesional dan tersertifikasi sebaiknya membuktikan dengan aksinya sebagai guru
profesional. Sehingga bukan dicap sebagai pemakan gaji buta yang tidak berbeda
dengan koruptor. Dengan diadakannya evaluasi berkala, pemerintah dapat
mendeteksi dan mengidentifikasi guru-guru profesional dan tidak profesional
atau yang pantas disertifikasi dan tidak pantas mendapat sertifikasi. Segala
upaya, termasuk sertifikasi pendidik, bertujuan untuk menghidupkan bangsa dan
negara yang berkualitas. Maka, dibutuhkan partisipasi bagi seluruh bangsa untuk
mendukung langkah-langkah dan program-program peduli pendidikan selanjutnya,
tidak sekedar menganggap bahwa sertifikasi pendidik merupakan tindakan yang
tidak berguna dan sebagainya. Melainkan ikut mendukung, mengawasi dan
mengevaluasi kinerja guru demi terlaksanakannya negara Indonesia yang maju di segala
bidang. Semestinya targetnya adalah adanya peningkatan kualitas, karena
sertifikasi dilaksanakan berangkat dari kesadaran bersama untuk menyelesaikan
permasalahan pendidikan.
PENUTUP
Tuntutan meningkatkan kualitas guru yang profesional lagi
hangat dibicarakan dan diupayakan oleh pemerintah sekarang. Guru profesional
bukan lagi merupakan sosok yang berfungsi sebagai robot, tetapi merupakan
dinamisator yang mengantar potensi-potensi peserta didik ke arah kerativitas.Tugas
seorang tenaga pendidik profesional meliputi tiga bidang utama, yaitu di bidang
profesi, kemanusiaan dan kemasyarakatan.
Tentu saja seluruh bangsa yang membutuhkan pendidikan tanpa
terkecuali selalu berharap agar pemerintah
tidak mubazir mengeluarkan dana yang cukup besar demi peningkatan profesi dan kesejahteraan guru. Tenaga pendidik juga
benar-benar konsentrasi dalam menyiapkan perangkat administrasi pembelajaran
maupun melaksanakan pembelajaran itu sendiri. Sehingga, guru benar-benar dapat
menciptakan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.
Sehingga tidak sampai masyarakat luas memberikan anggapan bahwa guru
tersertifikasi sama saja dengan guru tidak tersertifikasi, pembedanya hanyalah
ceceran rupiah pada guru/dosen yang dianggap
profesional.
DAFTAR
PUSTAKA
Rahmat Djatun. 1990. Dasar Kependidikan. FKIP UNS: Surakarta
Sri Anitah. 2009. Teknologi Pembelajaran. Inti Media Surakarta: Surakarta
Prof Dr Sudijono Sastroatmodjo M. Si (Rektor UNNES).
Artikel : Sertifikasi
pendidik Mesti Dibenahi.
http://priangan20.com/pendidikan/162-sertifikasi-guru-mesti-dibenahi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar